Beranda | Artikel
Kitabul Jami Hadits 6 - Bab Adab - Anjuran Menjilati Jari Sesudah Makan
Selasa, 31 Desember 2019

Hadits 6 Anjuran Menjilati Jari Sesudah Makan

Oleh: DR. Firanda Andirja, Lc. MA

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم: «إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا, فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ, حَتَّى يَلْعَقَهَا, أَوْ يُلْعِقَهَا». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian makan makanan jangan dia usap tangannya sampai dia menjilat tangannya tersebut. Atau dia menjilatkan tangannya tersebut.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Kata Ibnu Hajar, “Diriwayatkan oleh Imām Bukhari dan Imām Muslim.”

Hadits ini menjelaskan tentang salah satu adab dari adab-adab makan, yaitu seseorang yang makan hendaknya menghabiskannya sampai bersih. Adab yang agung dalam Islam mengajarkan kepada kita agar menjauhkan diri dari sikap tabdzīr yang juga akan menjauhkan kita dari sikap kufur nikmat.

Ketika makan, seorang muslim diajarkan untuk mengambil makanan sesuai keperluannya kemudian menghabiskannya sehingga tidak ada terbuang secara sia-sia. Lebih dari itu, Islam mengajarkan agar sisa-sisa makanan terkecil yang tertinggal di jari-jari, sendok, dan piring saat kita akan mengakhiri makan juga dibersihkan, dengan cara dijilat. Hal ini dilakukan agar makanan yang telah kita ambil untuk kita makan benar-benar habis sampai bersih dan tidak ada yang terbuang sia-sia.

Hal ini merupakan salah satu bentuk syukur dan penghargaan kita terhadap nikmat makanan yang telah dikaruniakan Allah kepada kita. Kita tidak membiarkan makanan yang telah dikaruniakan Allah itu terbuang percuma karena kita tidak memakannya sampai bersih. Bayangkan kalau makanan yang lezat yang belum habis, yang menempel pada jari-jari, sendok, atau piring kita, kemudian  kita buru-buru mencuci tangan, sendok, atau piring tersebut, sehingga mengalirlah makanan tersebut bersama kotoran-kotoran. Ini merupakan bentuk dari tidak bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Oleh karenanya, Islam mengajarkan kita untuk bersyukur atas segala nikmat yang Allāh berikan kepada kita.

Sesungguhnya nikmat makanan yang telah diberikan Allah kepada kita merupakan karunia yang bisa jadi sangat diharapkan oleh saudara-saudara kita di belahan bumi lain yang sedang dilanda kelaparan. Sesuap yang kita sia-siakan, bisa jadi adalah sesuap makanan yang saudara-saudara kita berdoa kepada Allah untuk mendapatkannya. Karena itu, kita harus menghargai nikmat makanan tersebut. Selain itu, kita tidak pernah tahu, di bagian manakah Allah SUBHANAHU WA TA’ALA meletakkan keberkahan di antara makanan-makanan yang kita makan.  Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kepada para sahabatnya,

إِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ فِى أَيِّهِ الْبَرَكَةُ

“Kalian tidak tahu di bagian mana makanan tersebut yang ada keberkahannya.” 

Bisa jadi Allah meletakkan keberkahan itu di suapan-suapan awal yang kita makan, bia jadi di tengah-tengah kita makan, dan bisa jadi Allah meletakkan berkah makanan itu di bagian-bagian terkecil dari penghabisan makan kita, yang tersisa di piring, menempel di sendok, atau menempel di jari-jari kita. Kita tidak pernah tahu. Karenanya, untuk memburu keberkahan itu, kita berusaha menghabiskan makanan itu sampai bagian-bagian terakhir yang menempel di piring, sendok, dan atau jari-jari kita.

Keberkahan adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh setiap muslim. Apabila kita mendapatkan keberkahan dari suatu makanan, maka apa yang kita makan tersebut akan berpengaruh terhadap ibadah kita, kesehatan tubuh kita, dan banyak hal dalam hidup kita. Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya berusaha untuk menghabiskan makanannya agar bisa mendapatkan keberkahan makanan itu meskipun sampai harus menjilati jari-jari sendiri demi memastikan tidak ada makanan yang tercecer di sana.

Adapun perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَوْ يُلْعِقَهَا

“Atau dia jilatkan kepada orang lain.”

Maka, maksudnya adalah seperti antara suami dan istri.

Di antara bentuk cinta dan kasih sayang suami-istri adalah istri terkadang menjilat tangan suaminya atau suami menjilat tangan istrinya ketika akan mengakhiri makan dalam rangka memastikan semua makanan tidak ada yang terbuang sia-sia. Hal ini merupakan salah satu perkara yang disunnahkan. Tidak masalah, bahkan dianjurkan, bagi suami istri untuk saling menyuapi ketika makan dan saling menjilati tangan pasangannya ketika selesai makan. Insya Allah hal seperti ini akan dapat semakin menumbuhkan rasa cinta di antara mereka.

Makna lain dari kalimat “atau dia jilatkan kepada orang lain” adalah antara ayah dengan anak, ini tidak mengapa dan diajarkan dalam Islam.

Oleh karenanya, jangan dengarkan perkataan sebagian orang yang merendahkan adab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini. Mereka mengatakan, “Apa itu Islam, kok adabnya buruk? Sampai menjilat-jilat jari.  Ini adalah perkara yang menjijikkan”

Perkataan seperti itu tidaklah benar. Karena maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah kita berlaku jorok dengan  menjilat-jilat jari ketika sedang makan. Tetapi maksudnya adalah kita membersihkan jari-jari kita ketika selesai makan untuk memastikan tidak ada makanan yang tercecer sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dengan demikian, tidak ada sedikit pun makanan yang kita buang, karena semuanya kita makan.

Ingatlah masih banyak orang-orang miskin yang kesulitan mendapatkan makan. Masih banyak orang-orang yang kelaparan di berbagai belahan bumi lain. Apakah pantas jika kita menyia-nyiakan makanan dan membuang-buangnya? Alangkah baiknya jika sisa-sisa tersebut kita habiskan seluruhnya sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang telah memberi kita makan serta dalam rangka mencari keberkahan makanan itu, yang kita tidak tahu di mana Allah Subhānahu wa Ta’āla meletakkannya.


Artikel asli: https://firanda.com/3699-kitabul-jami-hadits-6-bab-adab-anjuran-menjilati-jari-sesudah-makan.html